LUKA BAKAR DAN
TRAUMA AKUSTIK DENGAN TULI
SEMENTARA KARENA KECELAKAAN KERJA
A. PENDAHULUAN
Masalah
kecelakaan kerja merupakan salah satu masalah
utama
dalam bidang kesehatan
dan keselamatan kerja. Sejalan dengan proses industrialisasi,
masalah ini diperkirakan akan semakin besar, khususnya dengan meningkatnya berbagai kegiatan pada industri
atau tempat-tempat kerja lainnya.
Kecelakaan merupakan kejadian yang datangnya secara mendadak, tidak diharapkan,
dandapat menimbulkan cedera pada seseorang. Meskipun
kejadian
kecelakaan umumnyamendadak, sebenamya
kecelakaan dapat diperkirakan atau
diramalkan, sehingga upaya pencegahan
dapat diterapkan.1Kecelakaan
akibat kerja adalah kecelakaan yang
berhubungan dengan kegiatan kerja dan terjadi
di tempat kerja atau saat
bekerja.1Kecelakaan akibat kerja juga dapat diperluas ruang
lingkup dan pengertiannya sehingga meliputi
kecelakaan-kecelakaan yang terjadi pada saat perjalanan menuju dan dari
tempat kerja.1
Sebagai akibat terjadinya kecelakaan
kerja, seseorang dapat cedera ringan
(bila akibat yang ditimbulkan hanya memerlukan pengobatan atau tindakan medis ringan), cedera berat sampai timbul cacat (bila kehilangan hari kerja, dan atau
kehilangan fungsi, serta
memerlukantindakan
medis khusus),
dan meninggal
dunia.1,2
Penyebab
kecelakaan kerja sangatlah jamak (multiple
caution), namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi; langsung
(misal lantai licin), tak langsung (misal
sol sepatu sudah aus),dan
contributing factor/ perancu (misal lapar, bising, silau).1,2
Dalam industri, peningkatan mekanisasi mengakibatkan meningkatnya
tingkat bising. Gangguan
pendengaran, khususnya
tuli yang dipacu oleh kebisingan, menjadi masalah dalam
sejumlah besar tempat kerja. Pekerjaan yang terutama membawa risiko kehilangan pendengaran
antara lain; pabrik tekstil, pabrik
besi- baja, pabrik minyak
kelapa, palabuhan udara, penggergajian kayu, dan tempat-
tempat tertentu di rumah sakit.3,t
Bising umumnya didefinisikan sebagal
bunyi yang tidak dikehendaki. Bunyi
adalah sensasi yang timbul dalam telinga akibat getaran udara atau media lain. Bunyi
dapat juga ditangkap
melalui kontak langsung dengan obyek -obyek yang sedang bergetar. Telinga manusia marnpu menangkap bunyi dalam batas frekuensi
16
-20.000 Hz. Dalam hal bising berpita
lebar, energi akustik
tersebar pada rentang frekuensi yang lebar.
Bahaya bising dihubungkan dengan beberapa
faktor :
1. Intensitas.
Intensitas bunyi yang ditangkap
oleh telinga manusia berbanding langsung
dengan logaritma kuadrat tekanan
akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang yang
dapat didengar.
Jadi, tingkat tekanan bunyi
diukur
dengan sakla logaritma dalam
desibel.
dB= 2010 log p po
Dimana p : tekanan suara yang bersangkutan, dan po: tekanan suara standar
(0,0002 dyne/cm2). Kebisingan dalam perusahaan dengan intensity 60 dB, berarti
106 x intensitas kebisingan
standar.
2.
Frekuensi
Frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak antara 16-
20.000&. Frekuensi bicara terdapat dalam rentang 250-4.000Hz.
3.
Durasi
Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya
pajanan, clan kelihatannya
berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga
dalam.
Jadi perlu untuk
mengukur semua elemen lingkungan akustik (meskipun
sulit melakukannya), untuk tujuan ini digunakan pengukur bising yang dapat
merekam dan memadukan bunyi.
4.
Sifat
Mengacu pada distribusi
energi bunyi terhadap waktu ( kontinyu, fluktuasi,
intermiten, impulsit). Bising jenis impulsif, yaitu : satu
atau lebih lonjakan energi
bunyi dengan durasi kurang dari
1 detik , adalah jenis bising yang sangat
berbahaya.3,5
Umumnya terdapat empat
tipe bising:
1.
Bising kontinyu, yaitu : bising di mana bunyi yang tidak dikehendaki dengan kualitas dan intensitas yang praktis tetap
setiap saat. Umumnya
memiliki
intensitas kurang
dari 3 dB.
Misal : generator listrik, mesin cetak, mesin tenun dan lain sebagainya.
2. Bising fluktuasi, yaitu : bising kontinyu,
tetapi intensitasnya lebih dari 3 dB.
3. Bising intermiten, yaitu : bising di mana terdapat periode dengan intensitas
bising jatuh selama 1 detik atau lebih dalam peri ode bising tersebut,
misal
bising
yang disebabkan oleh chain
saw sam memotong kayu loging.
4. Bising impulsif,
yaitu : bising
dengan
intensitas yang tiba-tiba
berubah menjadi lebih dari 40 dB. Waktu terjadinya sangat cepat, sekitar 0,5 detik
misal; rnesin press dan ledakan senjata.api
4,5
Kehilangan pendengaran dapat bersifat sementara
ataupun tetap. Pergeseran ambang
sementara yang
diinduksi bising
(NITTS= Noise Induced
Temporary Threshold Shift atau kelelahan pendengaran) adalah
kehilangan tajam pendengaran sementara setelah pajanan yang
relatif singkat terhadap bising yang berlebihan.
Pendengaran pulih cukup cepat setelah
bising dihentikan.
Pergeseran ambang permanen yang dlinduksi bising (NIPTS= Noise Induced Permanent Threshold
Shift) adalah kehilangan pendengaran irreversibel yang disebabkan
pajanan bising dalam jangka waktu lama. Gangguan pendengaran umumnya mengacu pada tingkat pendengaran di mana individu tersebut mengalami kesulitan untuk
melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan.3,5
B.
CONTOH KASUS
Tn. A, 31 tahun, bekerja di sebuah
perusahaan yang menggunakan tabung-
tabung kaca untuk proses fermentasi. Saat bekerja,
seperti biasanya, Tn. A,
menyalakan lilin guna memanaskan suatu reaksi tertentu, tak diperkirakan sebelumnya, bahwa diatas meja kerja itu terdapat
tabung fermentasi yang berisi
fermentan dan terbuka, terjadilah ledakan
yang begitu keras namun tidak sampai
menimbulkan kebakaran hebat.
Karena terkejutnya Tn. A tak sadarkan
diri, dan menderita luka bakar ringan pada
kedua tangan dan kedua lengan bawahnya. Oleh teman sekerjanya Tn. A dibawa ke klinik perusahaan
(sudah dalam keadaan
sadar), guna memperoleh pengobatan.
Di
klinik perusahaan oleh
dokter
jaga,
dilakukan
pemeriksaan
dengan
seksama, selanjutnya semua luka yang ada diobati dan Tn. A diperbolehkan
pulang, dengan dibekali surat dokter untuk istirahat di
rumah. Namun Tn. A mengeluh, tidak dapat mendengar pada kedua telinga
dan perasaan mendenging pada telinga kiri. Kemudian dokter
melakukan pemeriksaan fisik
pada telinga dan didapatkan; ferforasi sentral, ukuran kecil, pada membrana tympani kanan, sedang membrana tympani kiri terlihat intak/utuh.
Dilanjutkan pemeriksaan dengan Pure Tone Audiometri, didapatkan; tuli berat pada
kedua telinga. Pemeriksaan Tympanometri didapatkan; flat/ datar (tipe B pada membrana tympani kanan, clan normal (tipe A) pada membrana tympani kiri.
Tingkat
pendengarannya dimonitor secara berkala,
clan temyata terjadi pemulihan setelah tiga
hari kemudian, sementara itu
luka bakarya
telah mulai
mengering. Tidak dilakukan tindakan atau pengobatan khusus pada telinganya. Pada
pemeriksaan dua setengah bulan kemudian, terjadi
penutupan perforasi membrana tympani kanan dan pendengarannya
kembali pulih sempurna.
C. DISKUSI
Bila dilakukan analisa terhadap
kasus kecelakaan di atas maka:
1. Jenis luka: luka bakar,
dan luka robek
gendang telinga kanan
2. Bagian tubuh yang terkena : kedua telapak tangan dan lengan bawah, serta gendang telinga kanan
3. Sumber
penyebab luka : tabung fennentasi
yang terbuka
4. Tipe
kecelakaan/ accident: luka bakar
clan luka robek
5. Keadaan
yang memungkinkan
teljadinya kecelakaan : tabung
fermentasi
yang terbuka dan menyalakan
lilin
6. Agen penyebab
: tabung fermentasi yang terbuka dan
api
7. Unsafe
act: kurang hati-hati (menyalakan lilin,
tanpa memeriksa keadaan tabung fermentasi di sekitarnya).
Sedangkan tuli
yang diderita oleh Tn. A dapat
diterangkan sebagai berikut;
Bunyi
didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-
getaran melalui media elastis, dan
manakala bunyi-bunyl tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan.3,5,6,8,11
Bising
dapat menimbulkan efek mekanik langsung
pada telinga
tengah,
seperti; ossikular diskontinyu, perforasi membrana tympani, fistula
pada oval window, dan perubahan struktur
koklea. Sel rambut luar merupakan
bagian yang sangat peka terhadap
pajanan bising, disusul kemudian sel rambut dalam.
Bila koklea rusak, maka
tak dapat diperbaiki, dan selanjutnya akan mengakibatkan
hilangnya sel-sel sensoris dan sel-sel neuron
serta hasil akhirnya adalah hilangnya
pendengaran (tuli). Tuli yang disebabkan
oleh bising, dapat berupa Noise Induced Sensorineural Hearing Loss atau
Noise Induced Hearing Loss
sederhana. Hilangnya pendengaran akibat pajanan bising dapat
dibedakan menjadi; trauma akustik,
temporary threshold shift (TTS/ tuli
sementara) dan permanent threshold
shift (PTS).3,4,5,6,8,11 Trauma akustik teljadi sebagai akibat
pajanan terhadap bising
dengan intensitas tinggi (puncak
bising
dapat mendekati 160 dB) dan
berlangsung
mendadak (misal ledakan meriam).
Biasanya akan diikuti gejala tinitus (telinga berdenging),vertigo dan perubahan tingkat pendengaran. Dan sering mengakibatkan
perforasi membrana tympani spontan, bahkan terjadi
kerusakan artikulasi
dari tulang-tulang pendengaran,
sehingga dapat menyebabkan tuli
sementara (TTS). Bila bising ini berlangsung lama dan berulang, dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang bersifat permanen.4,5,6,8,11
Temporary
Threshold Shift (TTS) lebih sering disebabkan oleh pajanan bising dengan intensitas di bawah 85 dB(A). Pajanan ini berlangsung lama, karena
terakumulasi dan baru menimbulkan keluhan berupa
kurang pendengaran, kesulitan
melakukan komunikasi pada situasi agak
gaduh dan akhirnya terjadi TTS. TTS dapat pulih beberapa jam atau beberapa hari, setelah kontak dengan bising dihentikan. Namun jika pajanan bising ini berulang dengan intensitas bunyi lebih tinggi, dapat menyebabkan
permanen sensosineural hearing
loss. 6,8,11
Mekanisme dasar
terjadinya tuli karena bising (Noise Induced
Hearing Loss), adalah :
1. Proses mekanik
a.
Pergerakan cairan dalam koklea yang begitu keras, menyebabkan robeknya
membrana Reissner dan terjadi percampuran
cairan perilimfe dan endolimfe,
sehingga menghasilkan kerusakan sel-sel rambut.
b.
Pergerakan membrana basiler
yang begitu keras, menyebabkan rusaknya organa korti sehingga terjadi
percampuran cairan perilimfe dan endolimfe,
akhirnya terjadi kerusakan sel-sel
rambut.
c. Pergerakan cairan dalam koklea yang begitu keras, dapat langsung
menyebabkan rusaknya sel-sel rambut, dengan ataupun tanpa
melalui
rusaknya organa korti dan membrana
basiler.
2. Proses metabolik
Karena pajanan bising, melalui proses metabolik dapat merusak sel-sel rambut, melalui
cara:
a.
Vasikulasi dan vakuolasi
pada retikulum endoplasma sel-sel rambut dan pembengkakkan mitokondria yang akan mempercepat rusaknya
membrana
sel dan hilangnya sel-sel rambut.
b.
Hilangnya sel.sel rambut mungkin tedadi karena kelelahan metabolisms,
sebagai akibat dari gangguan sistem
enzim yang memproduksi energi, biosintesis protein
dan transport ion.
c. Terjadi cedera pada
vaskularisasi stria, menyebabkan gangguan tingkat konsentrasi ion Na, K dan ATP.
d. Sel rambut
Iuar
lebih terstimulasi oleh bising, sehingga
lebih
banyak
membutuhkan energi dan mungkin akan lebih peka untuk terjadinya cedera atau iskemi
e. Kemungkinan
lain adalah
interaksi sinergistik
antara bising dengan zat perusak
yang sudah ada dalam telinga itu sendiri.4
Pada
contoh kasus di atas, didiagnosis sebagai
trauma akustik dengan temporary
threshold shift (TTS),
dengan alasan sebagai berikut
: TTS dapat terjadi segera (paling cepat 2 menit)
setelah terpajan oleh bising , jenis bising biasanya adalah impulsif. Umumnya TTS, maksimum
½ oktaf lebih tinggi dari pada frekuensi
bising. Waktu pulihnya pendengaran pada penderita TTS
sangatlah bervariasi,
kabanyakan dalam waktu 16 jam. Jika hilangnya pendengaran di bawah 30 dB, pemulihan terjadi
dalam waktu 16 jam. Namun jika kehilangan pendengaran di atas
50 dB,waktu pemulihannya paling cepat 1 hari, pada beberapa kasus sampai 30 hari.4,6
Penatalaksanaan trauma akustik
dengan temporary threshold shift (dengan perforasi membrana tympani), adalah bersifat simtomatis dan suportif. Fungsi pendengaran akan pulih dengan sendirinya
dalam
waktu
beberapa jam sampai
beberapa hari setelah pajanan terhadap
bising dihentikan. Perforasi membrana tympani tidak
perlu tindakan operatif, karena
biasanya bersifat steril dan tepi luka
masih merupakan jaringan
sehat serta vaskularisasinya baik,
sehingga diharapkan dapat menutup dengan sendirinya. Untuk tindakan pencegahan
perlu
diberikan
antibiotika yang relevan. Tinitus dan vertigo yang terjadi dapat diberikan
analgetika, kortikosteroid dapat
diberikan bila tidak
terdapat kontraindikasi.3,4,6,8
Bila kita menduga adanya temporary threshold shift (TTS), tindakan
pertama yang paling bijaksana
adalah memutuskan kontak antara penderita dengan sumber pajanan, guna mencegah progresivitas kelainan menjadi permanent threshold shift (PTS) sehingga prognosisnya menjadi lebih buruk.4
D.
UPAYA PENCEGARAN KECELAKAAN KERJA
Terdapat empat metode dasar mencegah kecelakaan
1. Enginerring revision.
Pada
kasus di atas misal dengan membuat tutup tabling ferttlentasi yang
tidak mudah terbuka, memisahkan ruang fennentasi dan ruang reaksi.
2. Pendekatan persuasif dan himbauan
Misal
dengan
menempelkan peringatan bahaya kebakaran, ledakan
dan
sebagainya di ruang kerja yang mengandung bahaya
tersebut.
3. Pendekatan
individu
Dengan penyuluhan dan pendidikan tambahan.
4. Disiplin
Terutama disiplin pribadi dan disiplin kerja.l,2
Sedang sumber kebisingan yang terjadi, tidak perlu dilakukan upaya pencegahan, sebab timbulnya bahaya kebisingan karena suatu kecelakaan,
bukan hal yang rutin dalam
pekerjaan tersebut.
E.
KESIMPULAN
Telah disampaikan contoh kasus kecelakaan berupa ledakan dengan kebakaran
dan menimbulkan kebisingan,
sehingga menyebabkan luka bakar
dan tuli sementara.
Bising dapat menyebabkan terjadinya tuli melalui proses mekanik atau metabolik. Yang akhimya dapat menyebabkan temporary threshold
shift (TTS)
ataupun permanent threshold shift (PTS). Temporary
threshol shift (TTS) dapat pulih kembali, asal dihindarkan
daTi pajanan terhadap bising.
Waktu pemulihan sangat bervariasi, dapat beberapa
jam (paling cepat 16 jam)
atau beberapa
hari (paling
lama
30 hari). Bila
menduga
adanya
TTS,
langkah pertama adalah memutuskan pajanan antara penderita dengan bising, agar tidak berkembang menjadi permanent
threshold shift (PTS).