BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pulatetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit.
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini adalah “Apakah yang dimaksud dengan Tetanus dan Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Tetanus?”
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan malah ini adalah:
- Mengetahui Pengertian dari Tetanus
- Mengetahui Etiologi dari Tetanus
- Mengetahui Patofisiologi dari Tetanus
- Mengetahui Tanda dan gejala dari Tetanus
- Mengetahui Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
- Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik pada Tetanus
- Mengetahui Komplikasi pada Tetanus
- Mengetahui Prognosa dari Tetanus
- Mengetahui Pencegahan dari Tetanus
- Mengetahui Penatalaksanaan pada Tetanus
- Mengetahui Askep pada pasien anak dengan Tetanus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian TetanusPenyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.
2.2 Etiologi Tetanus
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.
Faktor predisposisi
- Umur tua atau anak-anak
- Luka yang dalam dan kotor
- Belum terimunisasi
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan berbagai keadaan antara lain :
1). Luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau, cangkul dan lain-lain.
2). Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas.
3). Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.
Cara kerja toksin
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik.
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).
Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
2.4 Tanda dan Gejala pada Tetanus
1). Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
2). Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
3). Kesukaran membuka mulut (trismus)
4). Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
5). Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketgangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung serimng tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul proksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir
2.5 Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
1). Badan kaku dengan epistotonus
2). Tungkai dalam ekstensi
3). Lengan kaku dan tangan mengepal
4). Biasanya keasadaran tetap baik
5). Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
a Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.
b Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.
2.6 Pemeriksaan diagnostik pada Tetanus
1). Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
2). Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
3). Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
2.7 Komplikasi pada Tetanus
1). Bronkopneumoni
2). Asfiksia dan sianosis
2.8 Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala. Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk.
Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan yaitu :
- Masa Inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari)
- Neonatus dan usia tua (lebih dari 5tahun)
- Frekuensi kejang yang sering
- Kenaikan suhu badan yang tinggi
- Pengobatan terlambat
- Periode trismus dan kejang yang semakin sering
- Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1). Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2). Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3). Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4). Pemberian anti tetanus serum.
2.10 Penatalaksanaan pada Tetanus
a Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera diberikan :
1). Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulintetanus disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV).
2). Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3). Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.
4). Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
5). Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
6). Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
7). Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8). Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9). Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10). Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11). Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi selama penyembuhan.
- b. Pembedahan
2). Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.
2.11 Asukan Keperawatan pada pasien anak dengan Tetanus
- 1. Pengkajian Keperawatan
- Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
- Identitas orang tua:
Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
- Identitas sudara kandung
3). Riwayat Kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
- Riwayat kesehatan masa lalu
- Ante natal care
- Natal
- Post natal care
- Riwayat kesehatan keluarga
5). Riwayat tumbuh kembang
- Pertumbuhan fisik
- Perkembangan tiap tahap
- Pemberin asi
- Susu Formula
- Pemberian makanan tambahan
- Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
8). Riwayat Spiritual
9). Reaksi Hospitalisasi
- Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap
- Nutrisi
- Cairan
- Eliminasi BAB/BAK
- Istirahat tidur
- Olahraga
- Personal Hygiene
- Aktifitas/mobilitas fisik
- Rekreasi
- Keadaan umum klien
- Tanda-tanda vital
- Antropometri
- Sistem pernafasan
- Sistem Cardio Vaskuler
- Sistem Pencernaan
- Sistem Indra
- Sistem muskulo skeletal
- Sistem integument
- Sistem Endokrin
- Sistem perkemihan
- Sistem reproduksi
- Sistem imun
- Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen
- 0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial)
- tahun keatas (perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial)
14). Terapi
- 2. Diagnosa Keperawatan
2). Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan.
3). Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia)
4). Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah
5). Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
6). Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria
7). Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
8). Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang
9). Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.
10). Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang
- 3. Intervensi Keperawatan
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria :
- Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada
- Pernafasan 16-18 kali/menit
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Tidak ada tambahan otot pernafasan
- Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)
No | Intervensi | Rasional |
1 | Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi | Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respiransi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas. |
2 | Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali | Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau sekret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas. |
3 | Bersihkan mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan melakukan suction | Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah proses respirasi |
4 | Oksigenasi | Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia. |
5 | Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam | Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama. |
6 | Observasi timbulnya gagal nafas. | Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation) |
7 | Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer sekresi(mukolitik) | Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret yang kental sehingga mempermudah pengeluaran dan memcegah kekentalan |
Tujuan : Pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
- Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen
- Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit
- Tidak sianosis.
No | Intervensi | Rasional |
1 | Monitor irama pernafasan dan respirati rate | Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan irama nafas. |
2 | . Atur posisi luruskan jalan nafas. | Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar. |
3 | Observasi tanda dan gejala sianosis | Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer |
4 | . Oksigenasi | Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia |
5 | Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam | Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama. |
6 | Observasi timbulnya gagal nafas. | Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation). |
7 | Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah. | Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat |
Tujuan Suhu tubuh normal
Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
NO | Intervensi | Rasional |
1 | . Atur suhu lingkungan yang nyaman. | Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi. |
2 | Pantau suhu tubuh tiap 2 jam | Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke arah syok exhaution |
3 | Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequat | Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari dalam |
4 | Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka. . | Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka. |
5 | Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang. | Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi. |
6 | Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik | Obat-obat antibakterial dapat mempunyai spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria gram positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas. |
7 | Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit. | Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan |
Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
- BB optimal
- Intake adekuat
- Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %
No. | Intervensi | Rasional |
1 | Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanabagi tubuh | Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adequat diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam program diit. |
2 | Kolaboratif : Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar. Pemberian carian per IV line Pemasangan NGT bila perlu | Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah. Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi. NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat |
Tujuan : Cedera tidak terjadi
kriteria
- Klien tidak ada cedera
- Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
Intervensi | Rasional | |
1 | Identifikasi dan hindari faktor pencetus | Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang |
2 | Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman | Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang |
3 | Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel | Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi klien |
4 | Lindungi pasien pada saat kejang | Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik |
5 | Catat penyebab mulai terjadinya kejang | Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang |
kriteria:
- Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik
No. | Intervensi | Rasional |
1 | Kaji intake dan out put setiap 24 jam | Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian |
2 | Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam | Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler |
3 | Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien | Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh |
4 | Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya | Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh |
5 | Pertahankan kepatenan NGT | Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan |
- 4. Implementasi Keperawatan
- 5. Evaluasi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi.3.Jakarta: EGC
http:// likalikuluke.multiply.com/journal/item/9+pengertian+Tetanus
http://keperawatan-agung.blogspot.com/2009/05/askep-tetanus.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tetanus
http://7hidayat2.wordpress.com/2009/04/23/askep-tetanus/+askep+tetanus
http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan-tetanus.html
Sumber : http://pastakyu.wordpress.com/2010/01/21/asuhan-keperawatan-pada-tetanus/
0 komentar:
Posting Komentar