Fraktur


TINJAUAN TEORITIS


A.    KONSEP DASAR
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. ( Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002 : hal. 2357 ).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma dan tenaga fisik.( Sylvia A Price, Loraine M. Wilson, 2006 : hal 1365 ).
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. (Chairuddin Rasjad, 1998 : hal. 388 ).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. ( Wim de Jong, 2005 : hal 840).
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma ( dr. Jan Tambayong, 2002 : hal. 124 ).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. ( A. Graham Apley dan Louis Solomon, 1995 : hal. 238 )
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. ( Marilynn E. Doengoes, 2000 : hal 761).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial yang biasanya disebabkan oleh trauma dan tenaga fisik.
Fraktur tibia fibula adalah terputusnya kontinuitas pada tulang tibia fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dalam posisi flexi atau gerakan memuntir yang keras. ( Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002 : hal. 2357 ).

B.     KLASIFIKASI FRAKTUR ( Chairuddin Rasjad, 1998 : hal. 389.)
  1. Klasifikasi fraktur menurut etiologinya dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
a.       Fraktur traumatik.
Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
b.      Fraktur patologis.
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang.
c.       Fraktur stress.
Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.
  1. Klasifikasi klinis dari fraktur dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
a.       Fraktur Terbuka (Compound Fraktur).
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar).
Pada fraktur terbuka dikenal beberapa grande :
1)      Grade I.
a)      Kerusakan jaringan sedikit.
b)      Lebar luka < 4 cm.
c)      Luka biasanya kecil.
d)     Luka tusuk yang kecil.
e)      Luka tusuk yang bersih.
f)       Tanpa penghancuran.
2)      Grande II..
a)      Kerusakan jaringan sedang.
b)      Merabah kulit dan otot.
c)      Lebar luka > 4 cm.
d)     Potensial infeksi besar.
3)      Grande III.
a)      Lebar luka 6-8 cm.
b)      Terdapat kehancuran otot.
c)      Kerusakan kulit dan struktur neurovaskuler.
b.      Fraktur Tertutup ( Simple Fracture ).
Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Fraktur dengan komplikasi ( Complicated Fracture )
c.       Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi.
2.      Berdasarkan radiologisnya dapat dibagi menjadi 4 yaitu :
a.       Berdasarkan lokalisasinya dapat dibagi menjadi 4 yaitu :
1)      Fraktur diafisial merupakan fraktur yang terjadi pada diafisis tulang.
2)      Fraktur metafisial merupakan fraktur yang terjadi pada metafisis tulang.
3)      Fraktur intra artikuler merupakan fraktur yang terjadi pada area epifisis ( tulang rawan epifisis ).
4)      Fraktur dengan dislokasi merupakan kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi disertai fraktur tulang persendian tersebut.
b.       Berdasarkan konfigurasinya dapat dibagi menjadi 12 diantaranya yaitu :
1)      Fraktur Transversal.
Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
2)      Fraktur Oblik.
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini dapat disebabkan oleh trauma angulasi dan sulit diperbaiki.


3)      Fraktur Spiral.
Fraktur spiral adalah fraktur yang memutar dimana timbul akibat torsi pada ekstrimitas. Fraktur ini hanya sedikit menimbulkan kerusakan jaringan lunak dan cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
4)      Fraktur Z ( Kupu – kupu ).
Fraktur Z adalah fraktur yang membentuk sudut ( huruf Z ) pada tulang.
5)      Fraktur Segmental.
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya.
6)      Fraktur Komunitif.
Fraktur komunitif adalah serpihan – serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan tempat adanya lebih dari dua fragmen tulang.
7)      Fraktur Baji ( Kompresi ).
Fraktur baji merupakan fraktur yang biasanya terjadi pada vertebra karena trauma kompresi.
8)      Fraktur Avulsi.
Fraktur avulsi adalah fraktur yang memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon ataupun ligamen. Yang terjadi karena trauma tarikan otot pada tulang sehingga ligamen terlepas dari tulang.


9)      Fraktur Depresi.
Fraktur depresi adalah fraktur karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak.
10)  Fraktur Pecah ( Burst ).
Fraktur pecah adalah fraktur yang terjadi pada fragmen kecil yang terpisah misalnya pada fraktur vertebra, patela, talus, kalkaneus.
11)  Fraktur Impaksi.
Fraktur impaksi adalah fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragme tulang lainnya.
12)  Fraktur Epifis.
Fraktur epfisis adalah fraktur yang melalui epifis.
c.       Menurut Ekstensi.
1)      Fraktur total ( complete ) adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
2)      Fraktur tidak total ( incomplete ) adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
3)      Fraktur multiple adalah fraktur dengan garis patah lebih dari satu tetapi dengan tulang berlainan tempat.
4)      Fraktur buckle atau torus.
5)      Fraktur garis lembut.
6)      Fraktur greenstick adalah fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
d.      Menurut Hubungan antara Fragmen dengan Fragmen lainnya.
1)      Fraktur Bergeser (Displaced).
Fraktur bergeser adalah fraktur yang menyebabkan perubahan letak.
Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara :
a)      Bersampingan.
b)      Angulasi.
c)      Rotasi.
d)     Distraksi.
e)      Over-riding.
f)       Impaksi.
2)      Fraktur Tidak Bergeser (Indisplaced).
Fraktur indisplaced adalah garis patah yang terjadi komplit tetapi ke fragmen tulang tidak bergeser dan utuh pada periosteumnya.

C.    ETIOLOGI ( Chairuddin Rasjad, 1998 : hal. 389 )
Etiologi dari fraktur dapat disebabkan oleh beban yang melampaui kekuatan maksimal tulang, seperti :
a.       Trauma.
Trauma adalah fraktur yang disebabkan oleh sesuatu kekuatan atau ruda paksa dan terbagi menjadi 2 bagian yaitu :
1)      Trauma Langsung.
Menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan mengakibatkan fraktur  seperti : benturan atau pukulan yang mengenai jaringan lunak yang sangat luas dan menyebabkan fraktur.
2)      Trauma Tidak Langsung.
Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

b.      Patologi
Fraktur yang disebabkan karena patologis adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang akibat proses penyakit.
c.       Stress Fatique ( kelelahan akibat tekanan berulang ).
Terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan.

D.    PATOFISIOLOGI
  1. Proses Perjalanan penyakit. ( Ns. Arif Muttaqin, S.Kep. 2008. Hal : 78 )
Fraktur biasanya terjadi akibat trauma baik langsung ataupun tidak langsung dan dapat menyebabkan  terputusnya kontinuitas tulang akibat  pukulan, gaya remuk, memutar dan kontraksi otot. Akibat trauma dapat menyebabkan patah tulang yang akan mempengaruhi jaringan di sekitarnya ( neurovaskuler, otot, tendon ). Luka fraktur juga dapat bersifat terbuka ataupun tertutup. Pada luka fraktur terbuka selain akan menyebabkan port de entry dari mikroorganisme yang jika tidak ditangani akan menyebabkan terjadinya sepsis, dan juga dapat menyebabkan syok akibat perdarahan ( kerusakan arteri ) sehingga menurunkan perfusi ke seluruh organ kemudian akan menimbulkan ulkus, atrofi otot yang lambat laun akan mengalami kematian. Terjadinya kerusakan saraf akibat fraktur dapat menimbulkan sensasi nyeri yang hebat, sedangkan apabila terputusnya serabut saraf akan
menimbulkan sensasi nyeri hilang. Pada luka fraktur tertutup akan mengakibatkan infeksi, emboli berupa lemak serta terbentuknya trombus yang akan menyebabkan terjadinya kompartemen syndrom yang akan mengarah pada perfusi baik pada area fraktur ataupun seluruh organ.

  1. Manifestasi Klinik menurut  Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002 : hal. 2358. diantaranya :
a.       Nyeri, yang terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b.      Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat ataupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
c.       Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur. Fragmen sering sekali melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d.      Saat ekstrimitas di paksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen yang satu dengan yang lainnya (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang lebih berat).
e.       Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

  1. Proses penyembuhan tulang menurut Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002 : hal. 2266 .
a.       Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respons yang sama dengan bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perubahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hermatoma pada tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemungkinan akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah tersebut.
b.      Proliferasi Sel
Dalam sekitar 5 hari, hermatoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularasi dan inovasi fibroblast dan osteoblast.
c.       Pembentukan Kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan fragmen. Patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
d.      Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2 sampai 3 minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondral, mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar – benar bersatu dengan keras.
e.       Remodeling
Remodeling merupakan tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan – bulan sampai bertahun – tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan.

  1. Komplikasi
a.       Komplikasi awal menurut  Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002 : hal. 2365. Diantaranya :
1)      Syok, dapat terjadi beberapa jam setelah trauma, terjadi hipovolemik syok karena pendarahan.
2)      Emboli lemak, terjadi 48 jam petama globila lemak dari tulang dilepaskan saat fraktur kemudian berkombinasi dengan platelet membentuk emboli, tanda; hipoksia, takipnea, takikardi, pucat, petekie pada pipi, kantung konjungtiva.
3)      Sindrom kompartemen, perfusi jaringan pada otot kurang karena adanya pembengkakan, pendarahan atau balutan yang terlalu keras, bila sirkulasi tidak kembali, terjadi iskemia, hipoksia jaringan, sehingga dapat terjadi kerusakan saraf permanen, atropi dan kontraktur, tanda; nyeri, bengkak.
4)      Infeksi ( sepsis )
5)      Koagulopati intravaskuler diseminata ( KID )
b.      Komplikasi lambat menurut  Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002 : hal. 2357. Diantaranya :
1)      Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu tiga sampai lima bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas, lima bulan untuk anggota gerak bawah).
2)      Non union apabila fraktur tidak menyembuh antara 6-8 bulan.
Nekrosis vaskuler tulang, terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati.
3)      Mal union adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, rotasi, kependekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
4)      Reaksi terhadap alat fiksasi interna, alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah terjadi.



E.     PENATALAKSANAAN MEDIS
1.      Terapi
Prinsip Empat R menurut Ns. Arif Muttaqin, S.Kep, 2008 : 81. Diantaranya :
a.       Recognition
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamneses, pemeriksaan klinis dan radiologis, pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama sesudah pengobatan.
b.      Reduction
Reduksi fraktur apabila perlu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima, pada fraktur intra artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan serta perubahan osteoarthritis dikemudian hari.
Posisi yang baik adalah : aligamen yang sempurna.
Reduction terdiri dari :
1)      Reduction Tertutup
Tindakan pengembalian fragmen tanpa pembedahan. Pengobatan pada fraktur yang tidak bergeser ditujukan untuk mengurangi nyeri dengan memasang perban elastis atau pemasangan gips sirkuler selama tiga sampai empat minggu.
2)      Reduction Terbuka
Tindakan pengembalian fragmen tulang dengan cara pembedahan / Open Reduction Internal Fictation, seperti pemasangan pen, skrup k-wire, nail, plate.
c.       Retention : Imobilisasi Fraktur
Fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi atau kesejajaran sampai terjadi penyatuan. Teknik yang umum digunakan adalah pemasangan gips dan traksi.
Jenis-jenis traksi menurut Chairuddin Rasjad, 1998 : hal. 91. Dibagi menjadi 2 yaitu :
1)      Traksi Kulit mempergunakan gips lebar yang direkatkan pada kulit dan diperkuat dengan perban elastis. Berat maksimum yang dapat diberikan adalah 5 kg yang merupakan batas toleransi kulit. Jenis – jenis traksi kulit yaitu :
a)      Traksi Kulit Buck : Traksi kulit dimanan plaster melekat secara sederhana dengan memakai katrol.
b)      Traksi Kulit Bryant atau Gallow : Dipergunakan pada fraktur femur anak – anak di bawah umur 2 tahun.
c)      Traksi Dunllop : Dipergunakan pada fraktur suprakondiler humeri pada anak – anak, juga dipergunakan pada ekstremitas atas
d)     Traksi russel : Dipergunakan pada anak – anak > 2 tahun, juga dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarikan horizontal melalui pita traksi dan balutan elastis ke tungkai bawah.
2)      Traksi tulang, biasanya menggunakan kawat Kirschner ( K – Wire ) atau batang dari Steinmann pada lokasi – lokasi tertentu ( proksimal tibia, kondilus femur, olekranon tengkorak, trokanter mayor bagian distal metakarpal )
Jenis-jenis gips menurut Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002 : hal. 2282. Diantaranya :
1)      Gips Lengan Pendek
Memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak tangan, melingkar erat didasar ibu jari. Bila ibu jari dimasukkan, dinamakan spika ibu jari atau gips gauntlet.
2)      Gips Lengan Panjang
Memanjang dari setinggi lipat ketiak sampai di sebelah proksimal lipatan tangan.
3)      Gips Tungkai Pendek
Memanjang dari bawah lutut sampai dasar ibu jari kaki.
4)      Gips Tungkai Panjang
Memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai dasar jari kaki.
5)      Gips Berjalan
Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat.
6)      Gips Tubuh
Melingkar di batang tubuh.
7)      Gips Spika
Melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstrimitas.
8)      Gips Spika Bahu
Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh dan bahu dari siku.
9)      Gips Spika Pinggul
Melingkari batang tubuh dan satu ekstrimitas bawah.
d.      Rehabilitation
Tujuannya mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin. Rencana rehabilitasi harus segera dimulai dan dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan fraktur.










F.           ASUHAN KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Adapun pengkajian pada klien dengan fraktur, berdasarkan Marlynn E. Doengoes, et al. ( 2000 ). adalah sebagai berikut :
a.       Aktivitas/istirahat
Tanda     : keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri/terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan nyeri).
b.      Sirkulasi
Tanda     :  hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), tahikardi (respon stress hipovalemia). Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang cidera pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena, pembengkakan jaringan/massa hematoma pada sisi cidera.
c.       Neuro sensori
Gejala     :  hilang gerakan/sensori, spasme otot, kebas atau kesemutan (parestesis)
Tanda     :  deformitas lokal; angulasi, abnormal, pemendekan rotasi krepitasi(bunyi berderik), spasme otot terlihat kelemahan/hilang fungsi agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain).
d.      Nyeri atau Kenyamanan
Gejala     :  nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang dapat berkurang pada imobilisasi); tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf, spasme / kram otot (setelah immobilisasi).
e.       Keamanan
Tanda     :  lagerasi kulit, avulsi, jaringan, pendarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal.
f.       Penyuluhan atau Pembelajaran
Gejala     :  lingkungan cedera.
Pertimbangan rencana penyuluhan ; menunjukkan rata-rata lama dirawat : femur 7-8 hari, panggul/pelvis 6-7 hari. Lainnya 4 hari bila memerlukan perawatan di Rumah Sakit.
g.      Pemeriksaan Fisik menurut Chairuddin Rasjad, 1998. hal : 394.
                     Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya :
1)      Syok, anemia atau pendarahan
2)      Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otot, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks, panggul dan abdomen.
3)      Faktor prodisposisi misalnya pada fraktur patologis.


h.      Pemeriksaan Diagnostik
Ada beberapa test diagnostik yang dapat dilakuakn pada penderita fraktur menurut Marlynn E. Doengoes,et.al.2000. hal : 761 adalah sebagai berikut:
a.         Pemeriksaan rontgen untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma.
b.        Scan tulang, tomography, scan CT atau MRI: untuk memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.         Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d.        Hitung darah lengkap yaitu Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi), menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
e.         Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f.         Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel atau cedera hati.

2.            DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur berdasarkan Marlynn E. Doengoes, et al. 2000. hal : 763 adalah sebagai berikut:
a.   Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
b.      Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi, stress, ansietas.
c.       Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
d.      Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak, perubahan membran alveolus/kapiler, interstisial, edema paru, kongesti.
e.       Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler : nyeri atau ketidaknyamanan, terapi restriktif ( imobilisasi tungkai ).
f.       Resiko tinggi kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan cedera tusuk, faktur terbuka, bedah perbaikan pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup, 
g.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer ; kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan. Prosedur invasif, traksi tulang.
h.      Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan  berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi.
3.            PERENCANAAN KEPERAWATAN
Perencanaan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan menurut Marlynn E. Doengoes, et. Al. 2000. hal : 763 adalah sebagai berikut:
a.       Diagnosa I
Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
Tujuan :          
Mempertahankan stabilitas dan posisi terakhir.
Kriteria hasil :
Menunjukkan mekanika yang meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur. Menunjukkan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur dengan tepat.
Intevensi Mandiri :
1)      Pertahankan tirah baring/ekstrimitas sesuai indikasi. Berikan sokongan sendi di atas dan di bawah fraktur bila bergerak atau membalik.
Rasional    : meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan.
2)      Letakkan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur orthopedik
Rasional    : tempat tidur lembut atau lentur dapat membuat deformasi gips yang masih basah, mematahkan gips yang sudah kering atau mempengaruhi dengan penarikan traksi. Sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut.
3)      Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan proses netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat gulungan trokanter, papan kaki.
Rasional    : mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering.
4)      Pertahankan posisi/integritas traksi (contoh Back, Donkap, Pearson Russel).
Rasional    : traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot/pemendekan untuk memudahkan posisi/penyatuan. Traksi tulang (pen, kawat, jepitan). Memungkinkan penggunaan berat lebih untuk penarikan traksi daripada digunakan untuk jaringan kulit.
5)      Bantu meletakan beban di bawah roda tempat tidur bila diindikasikan.
Rasional    : membantu posisi tepat pasien dan fungsi traksi dengan memberikan keseimbangan timbal balik.



6)      Kolaborasi untuk kaji ulang foto evaluasi.
Rasional    : memberikan bukti visual mulanya pembentukan kalus / proses penyembuhan untuk menentukan tingkat aktifitas dan kebutuhan perubahan/tambahan terapi.
7)      Kolaborasi untuk pemberian stimulasi listrik bila digunakan.
Rasional    : .Mungkin diindikasikan untuk meningkatkan pertumbuhan tulang pada keterlambatan penyembuhan/tidak menyatu.

b.      Diagnosa II
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot gerakan fragmen tulang dan cidera pada jaringan lunak. Alat traksi/mobilisasi, stress, ansietas.
Tujuan :          
Menyatakan nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria hasil : 
Klien menunjukkan sikap santai dan menunjukkan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik.
Intervensi Mandiri :
1)      Kaji lokasi, area, waktu dan tipe nyeri.
Rasional    : mengetahui perkembangan luka.
2)      Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat dan traksi.
Rasional    :  menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan yang cidera.
3)      Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Rasional    :  meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan menurunkan nyeri.
4)      Tinggikan penutup tempat tidur pertahankan linen terbukan pada ibu jari.
Rasional    :  mempertahankan kehangatan tubuh tanpa ketidaknyamanan karena tekanan selimut pada bagian yang sakit.
5)      Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional    :  mempertahankan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cidera.
6)      Dorong menggunakan teknik manajemen stress, contoh relaksasi progresif, latihan nafas dalam, imajinasi, visualisasi, sentuhan terapeutik.
Rasional    :  memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetap untuk periode lebih lama.
7)      Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi narkotik dan analgetik non narkotik.
Rasional    :  diberikan untuk menurunkan nyeri dan spasme otot.

c.       Diagnosa III
Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah: cidera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
Tujuan :
Mempertahankan perfusi jaringan
Kriteria hasil :    
Nadi teraba, kulit hangat/kering, sensasi normal, pengisian kapiler kurang dari 3 detik.
Intervensi Mandiri :
1)      Kaji adanya/kualitas nadi perifer distal terhadap cidera melalui palpasi bandingkan dengan ekstrimitas yang sakit.
Rasional    : penurunan/tidak ada nadi dapat menggambarkan cidera vaskuler dan perlunya evaluasi medik segera terhadap status sirkulasi.

2)      Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada fraktur.
Rasional    :  kembalinya warna harus cepat, sianosis diduga ada gangguan vena. Catatan : nadi perifer, pengisian kapiler, warna kulit dan sensasi mungkin normal meskipun ada syndrom kompartmen.
3)      Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi motorik/sensori. Minta pasien untuk melokalisasi nyeri/ketidaknyamanan.
Rasional    : Gangguan perasaan kebal, kesemutan, peningkatan/penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada syaraf tidak adekuat atau saraf rusak.
4)      Pertahankan peninggian ekstremitas yang cidera kenali di kontra indikasikan dengan meyakinkan adanya sindrom kompartemen.
Rasional    : meningkatkan drainase vena/menurunkan edema. Catatan : adanya peningkatan tekanan kompartmen, peninggian ekstremitas secara nyata menghalang aliran arteri. Menurunkan perfusi.
5)      Dorong klien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal cidera. Ambulasi sesegera mungkin.
Rasional    : meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah khususnya pada ekstrimitas bawah.
6)      Awasi tanda vital, perhatikan tanda pucat/sianosis umum, kulit dingin, perubahan mental.
Rasional    : ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
7)      Kolaborasi pemberian kompres sekitar fraktur sesuai indikasi.
Rasional    : menurunkan edema/pembentukan hematoma, yang dapat mengganggu sirkulasi.
8)      Kolaborasi pemeriksaan lab : awasi Hb/Ht, permeriksaan koagulasi contoh kadar protrombin.
Rasional    :  membantu dalam kalkulasi kehilangan darah dan membutuhkan kefektifan terapi pengganti.

d.      Diagnosa IV
Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah / emboli lemak. Perubahan membran alveolar/kapiler; interestial, edema paru, kongesti.
Tujuan :
Mempertahankan pernafasan adekuat
Kriteria hasil : 
Tidak adanya dispnea/sianosis, frekuensi pernafasan dalam batas normal.


Intervensi Mandiri :
1)      Awasi frekuensi pernafasan dan upayanya. Perhatikan stridor, penggunaan otot bantu, terjadinya sianosis sentral.
Rasional    :  takipnea, dispnea dan perubahan dalam mental dan tanda dini insufisiensi pernafasan dan mungkin hanya indikator terjadinya emboli paru pada tahap awal. Masih adanya tanda atau gejala menunjukkan distress pernafasan luas cenderung kegagalan.
2)      Auskultasi bunyi panas perhatikan terjadinya ketidaksamaan, bunyi hipersonan, juga adanya gemericik atau ronchi atau meni dan inspirasi mengorok atau bunyi sesak nafas.
Rasional    : perubahan dalam atau adanya bunyi adventisus menunjukkan terjadinya komplikasi pernafasan. Contoh : atelektasis, pnemunia, inspirasi mengorok menunjukkan edema jalan nafas atas dan diduga emboli lemak.
3)      Atasi jaringan cidera/tulang dengan lembut khususnya selama beberapa hari pertama.
Rasional    : ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak (biasanya terlihat pada 12-72 jam pertama)
4)      Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk. Reposisi dengan sering.
Rasional    : meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi. Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti pada area paru dependen.
5)      Perhatikan peningkatan kegelisahan, tetargi stupor.
Rasional    : gangguan pertukaran gas/adanya emboli paru dapat menyebabkan penyimpangan pada tingkat kesadaran pasien seperti terjadinya hipoksemia atau asidosis.
6)      Kolaborasi : berikan tambahan O2 bila diindikasikan
Rasional    : meningkatkan sediaan O2 untuk oksigen optimal jaringan
7)      Kolaborasi pemeriksaan laboratorium contoh seri BDA.
Rasional    : Menurunya PaO2 dan peningkatan PaCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas atau terjadinya kegagalan.
8)      Kolaborasi pemeriksaan Hb, kalsium, LED dan kadar lipase. Gelembung lemak dalam darah atau urin atau sputum dan penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) sering berhubungan dengan emboli lemak

e.       Diagnosa V
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik dilakukan pembatasan menolak, menolak untuk bergerak; keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot.
Tujuan :
Mempertahankan mobilitas
Kriteria hasil    : 
Mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
Intervensi Mandiri :
1)      Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cidera/pengobatan dan perhatikan persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional    : klien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
2)      Ajarkan klien untuk latihan ROM aktif atau pasif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
Rasional    :  meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi: mencegah kontraktur/atrofi.
3)      Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dari tungkai yang tidak sakit.
Rasional    : kontraksi otot isomerik tanpa menekuk sendi atau menggerakan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan massa otot.
4)      Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan, libatkan keluarga.
Rasional    : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
5)      Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat sesegera mungkin.
Rasional    :  mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
6)      Awasi tekanan darah pada saat melakukan aktivitas.
Rasional    : hipertensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus.

f.       Diagnosa VI
Resiko kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan cidera tusuk, fraktur terbuka; bedah perbaikan; pemasangan traksi, pen, kawat, skrup.

Tujuan :
Rasa nyaman dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
Menunjukkan perilaku teknik mencegah kerusakan kulit dan mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Intervensi Mandiri :
1)      Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, pendarahan, perubahan warna.
Rasional    : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat dan pemasangan gips.
2)      Massage kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
Rasional    :  menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit.
3)      Kaji posisi cincin bebat pada alat traksi.
Rasional    : posisi yang tidak dapat menyebabkan cidera kulit/kerusakan.
4)      Potong kelebihan plester dari akhir gips sesegera mungkin saat gips lengkap.
Rasional    :  plester yang lebih dapat mengiritasikan kulit dan dapat mengakibatkan abrasi kulit.
5)      Ganti alat tenun tiap hari.
Rasional    : memberikan rasa nyaman
6)      Kolaborasi : pembuatan gips dengan katup tunggal, katup ganda atau jendela sesuai protocol.
Rasional    : memungkinkan pengurangan tekanan dan memberikan akses untuk perawatan luka/kulit.

g.      Diagnosa VII
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer : kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan. Prosedur invasif, traksi tulang.
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (bengkak, demam, nyeri, kemerahan pada kulit). Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam, tanda-tanda vital stabil.
Intervensi
1)      Kaji/observasi lokasi luka, perhatikan warna daerah luka. Bau ak enak, rasa terbakar.
Rasional    : dapat mengidentifikasikan timbulnya infeksi lokal/nekrosis jaringan yang dapat menimbulkan osteomelitis.
2)      Lakukan perawatan luka/pemasangan alat kawat steril, gunakan teknik aseptik dan anti septik atau kebersihan yang ketat sesuai indikasi.
Rasional    : dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.
3)      Tingkatkan cuci tangan yang baik, instruksikan klien untuk tidak menyentuh/menggaruk luka.
Rasional    : meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi.
4)      Awasi tanda-tanda vital, perhatikan adanya peningkatan suhu.
Rasional    : meskipun umumnya suhu meningkat pada fase dini pasca operasi, peninggian terjadi 5 hari atau lebih pasca operasi dan adanya menggigil biasanya mengindikasikan terjadinya infeksi.
5)      Kolaborasi : pemeriksaan laboratorium, hitung darah lengkap terutama leukosit.
Rasional    :  leukosit biasanya ada dengan proses infeksi.
6)      Kolaborasi : pemberian obat sesuai indikasi, contoh : antibiotik IV/topical.
Rasional    : antibiotik spectrum luas dapat digunakan secara profilaktif atau dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus.

h.      Diagnosa VIII
Kurang pengetahuan kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi/tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan :
Memahami prognosisi dan pengobatan.
Kriteria hasil    :
Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan dapat menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi Mandiri :
1)      Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional    : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi.
2)      Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dan terapis fisik bila diindikasikan.
Rasional    :  banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses penyembuhan.           
3)      Indikasikan tersedianya sumber pelayanan di masyarakat, contoh : tim rehabilitasi pelayanan perawatan di rumah.
4)      Anjurkan pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di bawah fraktur.
Rasional    : mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini.
5)      Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat.
Rasional    : menurunkan resiko trauma tulang, jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi osteomelitis.

4.            PELAKSANAAN KEPERAWATAN
a.       Pengertian
Pelaksanaan adalah tahap dimana perawat melaksanakan asuhan keperawatan ( Kozier, 2000 )
b.      Tahap Pelaksanaan terdiri dari
1)      Keterampilan yang diperlukan pada penatalaksanaan adalah :
a)      Kognitif
Suatu keterampilan yang termasuk dalam kemampuan memecahkan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan pemikiran yang kreatif.
b)      Interpersonal
Suatu yang diperlukan dalam setiap aktivitas perawat yang meliputi keperawatan, konseling, pemberi support yang termasuk dalam kemampuan interpersonal diantaranya adalah prilaku, penguasaan ilmu pengetahuan, ketertarikan oleh penghargaan terhadap budaya klien, serta gaya hidup. Perawat akan mempunyai skill yang tinggi dalam hubungan interpersonal jika mereka mempunyai kesadaran dan sensitifitas terhadap yang lain.
c)      Technical
Suatu kemampuan yang tidak bisa dipisahkan dengan interpersonal skill seperti memanipulasi alat, memberikan suntikan, pembiayaan, evaluasi dan reposisi.
2)      Tindakan Keperawatan
a)      Menurut Kozier, 2000 tindakan keperawatan mandiri atau independent adalah suatu tindakan perawat yang berorientasi pada tim kerja perawat dalam melakukan, menentukan, merencanakan dan mengevaluasi tindakannya terhadap klien.
b)      Menurut Kozier, 2000 tindakan keperawatan interdependen atau kolaborasi adalah suatu tindakan yang bersifat kolaboratif tim kesehatan lainnya dalam menentukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap klien yang dirawat.


3)      Pendokumentasian Implementasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan tersebut dan respon dari pasien dengan menggunakan format khusus.
Pendokumentasian pada implementasi, disesuaikan dengan tanggal dan waktu, tindakan, paraf, dan nama jelas.
   ( Kozier, 2000 )

5.      EVALUASI KEPERAWATAN
a.       Pengertian Evaluasi
Pengertian evaluasi yaitu tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan perbandingan hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan ( Kozier, 2000 ).
b.      Proses Evaluasi terbagi menjadi 2 bagian yaitu :
1)      Evaluasi Formatif
Terjadi secara periodik selama pemberian asuhan keperawatan.
2)      Evaluasi Sumatif
Biasanya dilakukan pada saat pemindahan atau pemulangan pasien, berfikir kritis dan penilaian kritis harus digunakan jika status pasien tidak sesuai dengan rencana pemulangan.
c.       Penentuan keputusan yang mengacu pada tujuan terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
1)      Tujuan tercapai adalah jika respon klien mendukung terhadap pencapaian hasil, secara verbal klien membenarkan dan mendukung kriteria hasil yang dtetapkan, seluruh kriteria hasil yang telah ditentukan ada pada klien.
2)      Tujuan tercapai sebagian adalah sebagian dari kriteria hasil telah tercapai, respon verbal yang terdapat pada klien mendukung tercapai sebagian kriteria hasil yang telah ditentukan.
3)      Tujuan tidak tercapai adalah jika tidak ada dari sekian kriteria hasil yang ditetapkan tercapai. Klien masih merasakan masalah yang sama saat pertama kali didiagnosis masalah tersebut ditegakkan. Data-data penunjang dan pemeriksaan diagnostik masih mendukung terhadap masalah yang ada.










DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham, dan Solomon, Louis.1995. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi 7.  Jakarta : EGC

Doengoes, Marlynn E, et. al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta:EGC.

Harnowo, dr. Sapto, et. al. 2002. Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan. Jakarta : Widya Medika.

Hudak, C. M., dan Gallo, B. M. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC.

Kozier, B., dan Erb, G. 2000. Fundamental of Nursing. The Natural of Nursing Practice. New Jersey In Canada : Prentice Hall. Inc.

Muttaqin, S.Kep. Ns. Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.

Potter, Patricia A., dan Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep Proses dan Praktik. Edisi 4. Volume 1. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia A, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta:EGC.

Rasjad, Ph.D, Prof. Chairuddin.1998. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang : Bintang Lamun Patue.

Sjamsuhidajat, R., dan de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. Jakarta : EGC.

Smiltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8 Volume. 3. Jakarta : EGC.

Suratun, SKM. et. al. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.

Tombayong, dr. Jan. 2002. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.













Anatomi Fisiologi Tulang Tibia dan Fibula
      Tulang Tibia dan Fibula merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan tulang femur. Pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut Tulang Maleolus atau mata kaki luar.
      Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada tulang fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut Tulang Maleolus Medialis.
      Pada Tulang Tibia dan Fibula terdapat sendi tibia fibuler, dibentuk antara ujung atas dan ujung bawah kedua tulang tungkai bawah, batang dari tulang – tulang itu digabungkan oleh sebuah ligamen antara tulang yang membentuk sebuah sendi ketiga antara tulang – tulang itu.


Patoflow Diagram Lihat di Google Docs Klik Gambar

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More