A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi/Pengertian
Kolesistitis
adalah inflamasi akut maupun kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik,
menyebabkan distensi kandung empedu (Doenges, 1999).
Kolesistitis
dibagi menjadi dua yaitu kolisistitis akut adalah reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu, sedangkan kolisistitis kronis adalah suatu
keadaan dimana mukosa dan jaringan otot polos kandung empedu diganti
dengan jaringan ikat, sehingga kemampuan memekatkan empedu hilang (
Admin, 2009)
2. Epidemiologi/Insiden kasus
Insidensi kolesistitis di Negara kita relative lebih rendah di banding Negara barat.
3. Penyebab/Faktor predisposisi
Pada
umumnya kolisistitis akut disebabkan oleh batu empedu. Sumbatan pada
batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan
ganguan aliran darah dan limfe, bakteri kemudian berkembang biak.
Penyebab lain adalah kuman-kuman seperti Eschercia Coli, Salmonella
Typhosa, cacing askaris, atau karena pengaruh enzim-enzim pankreas.
Untuk
kolisistitis kronik disebabkan oleh serangan berulang obstruksi duktus
sistikus, nekrosis / iritasi tekanan, ulserasi dan peradangan reaksi
lokal, invasi bakteri primer : E Coli, Klebsiella, Enterokokus dan
Salmonela.
4. Patofisiologi
a. Kolisistitis
Stasis
empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan susunan kimia, pengendapan. Gangguan kontraksi
sfingter oddi dan kandung empedu dapat juga menyebabkan statis. Faktor
hormon (kehamilan) menyebabkan pengosongan kandung empedu. Akibat satis,
terjadilah sumbatan empedu (saluran). Adanya batu akibat statis yang
progresif tadi memungkinkan terjadi trauma dinding kandung empedu, hal
ini dapat memungkinkan infeksi bakteri lebih cepat
5. Klasifikasi
Kolisistitis dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu
a. Kolisistitis Akut
Merupakan
reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu. Umumnya pada wanita,
gemuk dan berusia diatas 40 tahun, dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
-
Kolisistitis kalkulus akut yang disebabkan oleh obstruksi duktus
sistikus, dan pada waktunya dapat menyebabkan distensi kandung empedu,
drainase vena dan limfatik rusak, proliferasi bakteri, iritasi atau
infiltrasi
- Kolisistitis akalkulus (kolisistitis tanpa batu), kurang
umum terjadi dari pada kolisistitis karena batu empedu. Ini dapat
dicetuskan oleh tranfusi darah multipel, sepsis bakteri gram negatif,
kerusakan jaringan setelah luka bakar, trauma atau bedah mayor, pasien
dengan penyakit DM dan arthritis sistemik juga cendrung terhadap kondisi
ini.
- seluler lokal dan area iskemik.
b. Kolisistitis kronik
Suatu
keadaan dimana mukosa dan jaringan otot polos kandung empedu diganti
dengan jaringan ikat, sehingga kemampuan memekatkan empedu hilang.
Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu :
a.
Tipe pigmen (batu pigmen) terdiri dari garam kalsium dan salah satu
dari keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat atau asam lemak
rantai panjang. Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multiple,
berwarna hitam kecoklatan,
b. Tipe kolesterol (batu kolesterol)
biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna
kuning pucat, dan sering mengandung kalsium dan pigmen
c. Tipe
campuran (batu kolesterol campuran), paling sering ditemukan. Batu ini
memiliki gambaran batu pigmen maupun batu kolesterol, majemuk dan
berwarna coklat tua. Batu empedu campuran sering dapat terlihat dengan
pemeriksaan radiografi, sedangkan batu komposisi murni tidak terlihat.
6. Gejala Klinis
Untuk kolisistitis akut, gejala klinisnya adalah
a. Gangguan pencernaan, mual muntah
b. Nyeri perut kanan atas atau kadang tidak enak diepigastrium
c. Nyeri menjalar kebahu atau skapula
d. Demam dan ikterus (bila terdapat batu diduktus koledokus sistikus)
e. Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak lemak
f. Diam karena menahan nyeri
g. Tanda Murphy
Untuk kolisistitis kronik, gejala klinisnya adalah :
a.
Kolik bilier : nyeri parah, berkualitas menetap, biasanya dalam kuadran
kanan atas atau epigastrium dialihkan ke skapula kanan
b. Mual dan muntah
c. Nyeri biasanya pada malam hari
d. Kolik bilier timbul penekanan makanan berlemak
e. Dispepsia, salah cerna, kembung dan bersendawa
Untuk
kolelithiasis, gejala klinisnya meningkat sesuai umur. Mungkin tanpa
gajala, mungkin pula terdapat gejala-gejala seperti perasaan penuh di
epigastrium, nyeri perut kanan atas, atau dapat juga kolik bilier
disertai demam dan ikterus, tanda murphy sign
7. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
Untuk kolisistitis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
a. Leukositosis ringan
b. Bilirubin serum meningkat 4 mg/100 ml
c. Fosfatase alkali dan serum transaminase meningkat
d. Koleskintigrafi radionuklida (Scan Tc – HIDA) : memperlihatkan obstruksi duktus sistikus
e. RCP atau PTC : untuk menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya obstruksi duktus sistikus
f. Koleskintigrafi yaitu suatu metode menggunakan agen radioaktif IV
8. Therapi
Untuk terapi kolisistitis akut antara lain
a. Konservatif pada keadaan akut
- Hidrasi intravena
- Istirahat baring
-
Mendekompresi lambung bila ada ileus puasa, intubasi nasogaster
mencegah rangsangan vesika biliaris bersamaan dengan analgesia
parenteral
- Antibiotika : sefalosporin generasi kedua, kombinasi aminoglikosida, ampisilin dan klindamisin atau metronidazol
b. Koleksistektomi 4 sampai 6 minggu kemudian
Untuk terapi kolisistitis kronis : kolisistektomi yaitu pembedahan untuk mengangkat kandung empedu
9. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada kasus kolisistitis akut antara lain :
a. Septikemia
b. Pembentukan abses di dalam lumen vesika biliaris
c. Nekrosis dengan perforasi lokal (abses perikolesistik)
d. Fistulisasi ke organ berongga lain : duodenum, lambung atau kolon
e. Peritonitis empedu
f. Kolesistitis emfisematosa : proses peradangan akut yang melibatkan organisme virulen pembentuk gas
g. Empisema vesika biliaris : berlanjut supurasi (banyak pus dalam vesika biliaris)
Komplikasi yang terjadi pada kolisistitis kronis
a. Infeksi
b. Abses intra abdomen
c. Peritonitis empedu, cedera duktus bilier
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Proses
pengkajian gawat darurat dibagi menjadi dua bagian yaitu pengkajian
primer (primer assessment) dan pengkajian sekunder (secondary
assessment)
a. Primer assessment
1. Data subyektif
• Riwayat
penyakit saat ini : dikaji keluhan adanya nyeri abdomen menjalar ke
punggung sampai ke bahu, nyeri epigastrium setelah makan, nyeri
tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit, dikaji juga adanya
anoreksia, nausea /vomiting, tidak ada toleransi makan lunak yang
mengandung gas, regurgitas ulang, eruption, flatunasi, rasa seperti
terbakar pada epigastrik, ada peristaltik, kembung dan dispepsia.
perubahan warna urine dan volume urine kurang dari normal, urin pekat
perlu diamati.
• Riwayat sebelumnya : dikaji adnya riwayat
penyakit gagal jantug kronis, penyakit abdonmen lainnya, penaykit
generatif seperti diabetes millitus, hipertensi, riwayat pengobatan yang
pernah dialami sebelumnya dan riwayat alergi.
2. obyektif
a. Airway
Pada kasus cholecystitis nurse tidak melakukan pemeriksaan pada daerah airway karena tidak bermasalah dengan jalan nafas
b. Breathing
Dikaji
peningkatan respirasi rate, nafas dangkal , kaji adanya sesak nafas
yang diakibatkan oleh adanya nyeri yang berat. Kaji adanya penggunaan
otot bantu nafas seperti nafas cuping hidung.
c. Circulation
Kaji adanya akral dingin, sianosis dan diaforesis
d. Disability
Dikaji adanya kelemahan, keletihan, ansietas dan agitasi
b. Sekunder Assesment
a. Eksposure
Kaji adanya kemerahan pada daerah nyeri, kaji adanya distensi abdomen
b. Full set of vital sign/five intervension
• Tanda vital ; kaji perubahan yang signifikaan pada tanda vital
• Pasang monitor jantung, apabila ada indikasi
• Pulse oksimetri, kaji adanya hipoksemia
• Kateter urine, diperlukan bila akan menjalani proses pembedahan
• NGT ; dipasang jika ada indikasi untuk pemasangan
•
Pemeriksaan lab ; catat pemerikasaan abnormal dari Leukositosis ringan
Bilirubin serum meningkat 4 mg/100 mlFosfatase alkali dan serum
transaminase meningkat.
c. Give comport/ kenyamanan
Ketidaknyamanan
bisa terjadi saat klien mengalami nyeri yang hebat dan perasaan mual
yang terus menerus. Nyeri dikaji dengan P,Q,R,S,T
d. Head to toe (pemerikasaan fisik)
Lakukan pemeriksaan fisik terpokus pada :
• Daerah kepala dan leher ; kaji adanya pucat, kemungkinan adanya sianosis, membrane mukosa kering
•
Daerah dada ; kaji adanya sesak nafas, suara nafas yang apabila ada
kelainan menunjukkan adanya penyakit penyerta pada saluran nafas
• Daerah abdomen ; kaji region yang mengalami nyeri, kaji adanya distensi abdomen, palpasi apakah ada hati dan limfa
• Daerah ektremitas ; kaji adanya edema perifer sebagai indikasi adanya gagal jantung kanan sebagai penyakit penyerta.
e. Inspect the posterior surface
Dikaji adnya cedera, lihat adnya jejas. Kontusio, deformitas dan lainnya sebagai penyakit penyerta.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada tindakan emergency adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent biologis
3. Perencanaan
a. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi, iskemia jaringan / nekrosis
Tujuan : nyeri terkontrol
Kriteria hasil :
- Penurunan respon terhadap nyeri (ekspresi)
- Laporan nyeri terkontrol
Rencana intervensi :
- Observasi catat lokasi, tingkat dan karakter nyeri
Rasional : membantu mengidentifikasi nyeri dan memberi informasi tentang terjadinya perkembangannya
- Catat respon terhadap obat nyeri
Rasional : nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan terjadinya komplikasi
- Tingkatkan tirah baring (fowler) / posisi yang nyaman
Rasional : posisi fowler menurunkan tekanan-tekanan intra abdominal
- Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)
Rasional : meningkatkan istirahat dan koping
- Ciptakan lingkungan yang nyaman (turunkan suhu ruangan)
Rasional : mendukung mental psikologik dalam persepsi tentang nyeri
- Kompres hangat
Rasional : dilatasi dingin empedu spasme menurun
- Kolaborasi dalam pemberian : antibiotik, analgetik, sedatif
Rasional : untuk mengurangi nyeri, inflamasi
3. Evaluasi
Standar
evaluasi dalam keperawatan gawat darurat adalah peran perawat gawat
darurat harus melakukan evaluasi dan memodifikasi rencana tindakan
keperawatan berdasarkan respon klien sesuai dengan kriteria hasil.
Evaluasi dapat dilakukan berdasarksn tingkat kegawatdaruratan klien,
dilakukan paling sedikit setiap penggantian shift, setiap 4 jam sekali
atau klien denganb kondisi gawat darurat setiap 15 menit.
0 komentar:
Posting Komentar