A. PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa
penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan
dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk
dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan
kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
B. PATOFLOW
Cedera
kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1. Cedera
kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi -
decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
Gegar
kepala ringan
Memar otak
Laserasi
2. Cedera
kepala sekunder
1.
Pada cedera kepala sekunder akan
timbul gejala, seperti :
2.
Hipotensi sistemik
3.
Hipoksia
4.
Hiperkapnea
5.
Udema otak
6.
Komplikasi pernapasan
7.
infeksi / komplikasi pada organ
tubuh yang lain
C.
PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN
1. Epidural
Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak
dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal
media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup
sendiri karena itu sangat berbahaya.
Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering
yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
Penurunan
tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil ipsilateral,
Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi, Peningkatan
suhu
2. Subdural
Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak,
dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena /
jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan
sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik
dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala,
bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan udem pupil
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan
otak karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
Nyeri
kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia kontra lateral,
dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital
3.
Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat
robeknya pembuluh darah dan permukaan
otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
Nyeri
kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku
kuduk
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif
pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada
bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :
1.
Identitas klien dan keluarga
(penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status
perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan
penanggung jawab.
2.
Riwayat kesehatan :
Tingkat
kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada
saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat
penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat
penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat
kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa
klien.
3.
Pemeriksaan Fisik
Aspek
neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif,
perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala
meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji
nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
4.
Pemeriksaan Penujang
·
CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia
jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
·
MRI : Digunakan sama seperti
CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
·
Cerebral Angiography: Menunjukan
anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi
udema, perdarahan dan trauma.
·
Serial EEG: Dapat melihat
perkembangan gelombang yang patologis
·
X-Ray: Mendeteksi perubahan
struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen
tulang.
·
BAER: Mengoreksi batas fungsi
corteks dan otak kecil
·
PET: Mendeteksi perubahan
aktivitas metabolisme otak
·
CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan
jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
·
ABGs: Mendeteksi keberadaan
ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
·
Kadar Elektrolit : Untuk
mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrkranial
·
Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi
pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan
Konservatif:
·
Bedrest total
·
Pemberian obat-obatan
·
Observasi tanda-tanda vital (GCS
dan tingkat kesadaran)
Prioritas
Perawatan:
1.
Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2.
Mencegah komplikasi
3.
Pengaturan fungsi secara optimal /
mengembalikan ke fungsi normal
4.
Mendukung proses pemulihan koping
klien / keluarga
5.
Pemberian informasi tentang proses
penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
Tujuan:
1.
Fungsi otak membaik : defisit
neurologis berkurang/tetap
2.
Komplikasi tidak terjadi
3.
Kebutuhan sehari-hari dapat
dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4.
Keluarga dapat menerima kenyataan
dan berpartisipasi dalam perawatan
5.
Proses penyakit, prognosis, program
pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1.
Tidak efektifnya pola napas
sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2.
Tidakefektifnya kebersihan jalan
napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan
perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan
aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5.
Resiko tinggi gangguan integritas
kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
C.
INTERVENSI
Tidak
efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan
:
Mempertahankan
pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria
evaluasi :
Penggunaan
otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak
ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana
tindakan :
·
Hitung pernapasan pasien dalam satu
menit. pernapasan yang cepat dari pasien
dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan
tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
·
Cek pemasangan tube, untuk
memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
·
Observasi ratio inspirasi dan
ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi
dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan
pertukaran gas.
·
Perhatikan kelembaban dan suhu
pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga
menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
·
Cek selang ventilator setiap waktu
(15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran
volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
·
Siapkan ambu bag tetap berada di
dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada
ventilator.
Tidak
efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan
:
Mempertahankan
jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria
Evaluasi :
Suara napas
bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena
peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana
tindakan :
·
Kaji dengan ketat (tiap 15 menit)
kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum,
perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
·
Evaluasi pergerakan dada dan
auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang
bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
·
Lakukan pengisapan lendir dengan
waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu
rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
·
Lakukan fisioterapi dada setiap 2
jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran
aliran serta pelepasan sputum.
Gangguan perfusi jaringan otak
sehubungan dengan udem otak
Tujuan
:
Mempertahankan
dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria
hasil :
Tanda-tanda
vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana
tindakan :
Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan
metode GCS.
Refleks
membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon
motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi
keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi
pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks
batang otak.
Pergerakan
mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan
intracranial adalah terganggunya abduksi mata.
Monitor tanda-tanda
vital tiap 30 menit.
Peningkatan
sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler
indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap
infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak
menekan.
Perubahan
kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan
menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.
Hindari batuk yang
berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat
mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.
Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera
akibat kejang.
Kejang
terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan
intrakrania.
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat
menurunkan hipoksia otak.
Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat
dan benar (kolaborasi).
Membantu
menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik
untuk menarik air dari sel-sel otak
sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan
inflamasi, menurunkan edema jaringan.
Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri
efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk
menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.
Keterbatasan
aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
Tujuan
:
Kebutuhan
dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria
hasil :
Kebersihan
terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana
Tindakan :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan
tindakan pada pasien.
Penjelasan
dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada
pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
Beri
bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan
perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut,
telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh
perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.
Berikan
bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan
minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga
kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah,
kalori, dan waktu.
Jelaskan
pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman
dan bersih.
Keikutsertaan
keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu
agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.
Berikan
bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan
yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.
Kecemasan
keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan
:
Kecemasan
keluarga dapat berkurang
Kriteri
evaluasi :
Ekspresi
wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga
mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan
keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana
tindakan :
·
Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina
hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan
dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
·
Beri penjelasan tentang semua
prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan
akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
·
Berikan kesempatan pada keluarga
untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan
hubungan pasien dan keluarga.
·
Berikan dorongan spiritual untuk
keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa
cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi
krisis.
Resiko tinggi gangguan integritas kulit
sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan
integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
·
Kaji fungsi motorik dan sensorik
pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada
kulit.
·
Kaji kulit pasien setiap 8 jam :
palpasi pada daerah yang tertekan.
·
Berikan posisi dalam sikap anatomi
dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
·
Ganti posisi pasien setiap 2 jam
·
Pertahankan kebersihan dan
kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
·
Massage dengan lembut di atas
daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
·
Pertahankan alat-alat tenun tetap
bersih dan tegang.
·
Kaji daerah kulit yang lecet untuk
adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
·
Berikan perawatan kulit pada daerah
yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Long; BC and Phipps WJ
(1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A
Nursing Process Approach
St. Louis . Cv. Mosby Company.
Asikin Z (1991) Simposium
Keperawatan Penderita Cedera Kepala.
Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta .
Harsono
(1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada
University Press
0 komentar:
Posting Komentar