Askep Stroke

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN STROKE



I.    Konsep Dasar Penyakit
A.    Pengertian
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000).
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan olek karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (UPF, 1994)

B.    Anatomi fisiologi
1.    Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

2.    Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)

C.    Patofisiologi
1.    Trombosis (penyakit trombo - oklusif)
Merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama trombosis selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

2.    Embolisme
Membolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung.  Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.

3.    Perdarahan serebri
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletakdi dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim – enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut – serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme.

D.    Tanda dan Gejala
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1.    Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2.    Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
3.    Tonus otot lemah atau kaku
4.    Menurun atau hilangnya rasa
5.    Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6.    Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
7.    Gangguan persepsi
8.    Gangguan status mental

E.    Faktor resiko
1.    Yang tidak dapat dikendalikan:
a.    umur
b.    factor familial
c.    ras
2.    Yang dapat dikendalikan:
a.    hipertensi
b.    penyakit kardiovaskuler (penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif), yaitu Adanya emboli dan  thrombus pada otak dapat disebabkan oleh penyakit cardiovaskuler, mis : arterosklerosis
c.    kolesterol tinggi
d.    obesitas
e.    kadar hematokrit tinggi  darahnya cepat mengental menyebabkan aliran darah itu lambat sehingga sel darah muda pecah dan mengendap meninbulkan trombus→stroke
f.    diabetes  Hipergligekemia, darahnya kental sehingga beresiko membentuk endapan pada pembuluh darah ( thrombus ) → stroke
g.    kontrasepsi oral + hipertensi, usia > 35 tahun, merokok, kadar esterogen tinggi
h.    merokok
i.    penyalahgunaan obat
j.    konsumsi alcohol

F.    Masalah
1.    Gangguan perfusi jaringan otak
Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema otak
2.    Gangguan mobilitas fisik
Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif
3.    Gangguan komunikasi verbal
Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot wajah
4.    Gangguan nutrisi
Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun
5.    Gangguan eliminasi uri dan alvi
Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol miksi
6.    Ketidakmampuan perawatan diri
Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot, menurunnya persepsi kognitif.
7.    Gangguan psikologis
Dapat berupa emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri, ketakutan, perasaan tidak berdaya dan putus asa.

II.    Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
1.    Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
a.    Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b.    Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
c.    Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
d.    Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
e.    Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
f.    Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
g.    Pola-pola fungsi kesehatan
1)    Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
2)    Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
3)    Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4)    Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
5)    Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
6)    Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
7)    Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
8)    Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
9)    Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
10)    Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
11)    Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

h.    Pemeriksaan fisik
1)    Keadaan umum
a)    Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
b)    Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
c)    Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2)    Pemeriksaan integumen
a)    Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
b)    Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c)    Rambut : umumnya tidak ada kelainan
3)    Pemeriksaan kepala dan leher
a)    Kepala : bentuk normocephalik
b)    Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
c)    Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
4)    Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5)    Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6)    Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
7)    Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8)    Pemeriksaan neurologi
a)    Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
b)    Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
c)    Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
d)    Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)

i.    Pemeriksaan penunjang
1)    Pemeriksaan radiologi
a)    CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
b)    MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
c)    Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
d)    Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
2)    Pemeriksaan laboratorium
a)    Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
b)    Pemeriksaan darah rutin
c)    Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
d)    Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)

2.    Analisa data
Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik kesimpulan.

3.    Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi. (Lismidar, 1990)
a.    Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)
b.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995)
c.    Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan penglihatan ( Donna D. Ignativicius, 1995)
d.    Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995)
e.    Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
f.    Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
g.    Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
h.    Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)
i.    Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
j.    Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi pada upper motor neuron (Lynda Juall Carpenito, 1998)

B.    Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetuan tujuan, penetapan kriteria hasil dan menntukan intervensi keperawatan.

Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
1.    Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral
a.    Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
b.    Kriteria hasil :
1)    Klien tidak gelisah
2)    Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3)    GCS 456
4)    Pupil isokor, reflek cahaya (+)
5)    Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
c.    Rencana tindakan
1)    Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya
2)    Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat
3)    Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
4)    Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
5)    Anjurkan klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan
6)    Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
7)    Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
d.    Rasional
1)    Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2)    Untuk mencegah perdarahan ulang
3)    Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
4)    Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
5)    Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
6)    Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
7)    Memperbaiki sel yang masih viabel

2.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
a.    Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
b.    Kriteria hasil
1)    Tidak terjadi kontraktur sendi
2)    Bertabahnya kekuatan otot
3)    Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
c.    Rencana tindakan
1)    Ubah posisi klien tiap 2 jam
2)    Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
3)    Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
4)    Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
5)    Tinggikan kepala dan tangan
6)    Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuklatihan fisik klien
d.    Rasional
1)    Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
2)    Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
3)    Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

3.    Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori penurunan penglihatan
a.    Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
b.    Kriteria hasil :
1)    Adanya perubahan kemampuan yang nyata
2)    Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
c.    Rencana tindakan
1)    Tentukan kondisi patologis klien
2)    Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
3)    Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama
4)    Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat
5)    Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek
d.    Rasional
1)    Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
2)    Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien
3)    Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi
4)    Untuk mengetahui keadaan emosi klien
5)    Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.

4.    Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
a.    Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
b.    Kriteria hasil
1)    Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
2)    Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
c.    Rencana tindakan
1)    Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
2)    Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
3)    Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”
4)    Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
5)    Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
6)    Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
d.    Rasional
1)    Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
2)    Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
3)    Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
4)    Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
5)    Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
6)    Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar

5.    Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
a.    Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
b.    Kriteria hasil
1)    Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
2)    Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
c.    Rencana tindakan
1)    Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
2)    Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
3)    Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
4)    Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
5)    Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
d.    Rasional
1)    Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
2)    Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
3)    Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
4)    Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
5)    Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

6.    Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
a.    Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
b.    Kriteria hasil
1)    Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
2)    Hb dan albumin dalam batas normal
c.    Rencana tindakan
1)    Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
2)    Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama dan sesudah makan
3)    Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan
4)    Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
5)    Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
6)    Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
7)    Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
8)    Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
9)    Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang
d.    Rasional
1)    Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
2)    Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
3)    Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
4)    Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
5)    Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
6)    Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
7)    Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko terjadinya tersedak
8)    Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
9)    Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut

C.    Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada klien.

D.    Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990)







DAFTAR PUSTAKA



-    Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
-    Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
-    Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
-    Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta.
-    Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
-    Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
-    Hudak C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.
-    Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
-    Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke : Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
-    Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.


Download From 4Shared <== Klick

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More